Review Buku Man’s Search for Meaning: Petualangan Mencari Makna Hidup di Tengah Penderitaan


Buku Man’s Search for Meaning karya Viktor E. Frankl sangat memorable untukku karena kubaca sepenuhnya ketika bekerja di Dubai

Buku ini juga merupakan salah satu rekomendasi buku terbaik dari salah satu dosenku di kampus dulu.

Membaca buku ini mungkin agak terlalu berat, tapi isinya benar-benar 'daging'.

Inti dari review buku Man’s Search for Meaning karya Viktor E. Frankl adalah sebuah pencarian makna hidup di tengah penderitaan yang dirasakan oleh penulisnya sendiri.

Sedikit cerita, Viktor E. Frankl adalah seorang psikiater yang sempat menjadi tawanan Nazi. 

Ia adalah seorang Yahudi yang ditahan di empat kamp kematian Nazi yang berbeda. 

Salah satunya adalah Auschwitz yang terkenal sebagai kamp kematian paling mengerikan.

Sebagai seorang psikiater, tentu Viktor banyak memerhatikan keadaan di sekitarnya. 

Ada banyak istilah-istilah psikologi yang dimasukkan ke dalam buku ini. 

Salah satunya adalah ‘apati’, di mana seseorang tidak lagi memedulikan apa pun dan sikap itu terjadi pada tawanan di sana demi melindungi diri.

Menurut Viktor, apa yang dirasakan para tawanan pada masa itu bukanlah sakit fisik, melainkan penderitaan mental akibat ketidakadilan yang tidak masuk akal. 

Bayangkan saja, mereka diminta bekerja tanpa henti, dipisahkan dari keluarga, baik anak-anak, ibu hamil, atau yang dirasa tidak berguna dibunuh atau terbunuh begitu saja.

Para tahanan kemudian setuju bahwa hal yang paling menyedihkan dari kehidupan kamp adalah ketidaktahuan mereka tentang masa penahanan. 

Mereka tidak tahu kapan akan dibebaskan. Mereka menyebutnya sebagai “kehidupan sementara tanpa batasan yang jelas”. 

Maka dari itu, cara yang bisa dilakukan untuk tetap bertahan di tengah penderitaan tersebut adalah hidup dengan melihat ke masa depan. 

Hal itu ternyata dapat menyelamatkan manusia di saat-saat paling kritis dalam hidupnya–meskipun kadang-kadang harus memaksa pikiran untuk mencari ‘sasaran’ masa depan tersebut.

Satu-satunya pemikiran para tawanan dari rasa putus asa adalah menganggap bahwa penderitaan adalah sesuatu yang harus diterima. 

Bahwa kenyataan atas penderitaannya adalah hal unik dan satu-satunya yang ada di jagat raya. 

Tidak ada yang bisa menganggung penderitaannya selain diri sendiri. 

Ada cukup banyak penderitaan yang harus dijalani dan karena itu, perasaan lemah dan takut perlu diminimalisir. 

Air mata kemudian menjadi saksi dari keberanian manusia yang paling besar: keberanian untuk menderita.

Logoterapi ala Viktor E. Frankl

Pengalaman beserta pengamatan yang dilakukan oleh Viktor kemudian melahirkan sebuah gagasan baru di dunia psikologi yang disebut “logoterapi”. 

Menurutnya, logoterapi tidak menggurui maupun berkhotbah. Logoterapi juga tidak menawarkan pemikiran logis atau nasihat moral.

Jika dianalogikan, logoterapi menyerupai peran seorang dokter ahli mata daripada seorang pelukis. 

Jika pelukis berupaya menyodorkan gambaran dunia melalui kacamatanya, maka yang dilakukan dokter ahli mata adalah sebaliknya. Ia berusaha membuat kita melihat dunia seperti apa adanya.

Seorang logoterapis akan memperluas dan memperlebar bidang pandang pasien, sehingga semua spektrum yang berpotensi memiliki makna hidup bisa disadari untuk kemudian terlihat olehnya. 

Maka kesimpulannya, makna hidup yang sebenarnya harus ditemukan di dalam dunia, bukan di dalam batin atau jiwa diri sendiri. 

Semakin besar kemampuan seseorang untuk melupakan dirinya dengan berserah diri, mengabdi pada sebuah tujuan, atau mencintai orang lain, maka akan semakin mudah untuk mengaktualisasikan diri.

Makna hidup memang akan selalu berubah, namun tidak akan pernah hilang. 

Maka tiga cara yang bisa ditempuh manusia untuk menemukan makna hidup adalah: (1) melalui pekerjaan atau perbuatan; (2) dengan mengalami sesuatu atau melalui seseorang; dan (3) melalui cara menyikapi penderitaan yang tidak bisa dihindari.

Pada akhirnya, Viktor E. Frankl dengan logoterapinya mengajak pembaca untuk menyadari bahwa perhatian utama manusia bukanlah untuk mencari kesenangan atau menghindari kesedihan, tetapi menemukan makna dalam hidupnya, meskipun harus melalui penderitaan.

CONVERSATION

0 Comments:

Posting Komentar