Pengalaman Ikut Open Trip Bromo dari Malang, Worth It Kah?


Pengalaman open trip ke Bromo

Sebagai orang Indonesia, rasanya aneh jika belum pernah ke Bromo. Akhirnya karena ada kesempatan pergi ke Malang, tanpa pikir panjang aku memutuskan untuk ikut open trip Bromo.

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru katanya menyimpan keindahan yang membuat orang-orang ketagihan berkunjung ke sana.

Untuk sekadar melihat sunrise Bromo yang katanya sangat indah. Apalagi di pagi hari, pemandangan empat gunung yang berdampingan dengan Gunung Bromo akan tampak jelas. Empat gunung tersebut adalah Gunung Batok, Gunung Widodaren, Gunung Watangan dan Gunung Kursi.

Sesungguhnya aku tidak ada ekspektasi apa-apa ke Bromo ini. Bahkan aku tidak melakukan riset apa pun sebelum berangkat. Biarkan hal ini diserahkan pada pihak open trip saja.

Lalu apakah ikut open trip ini worth it? 

Mari kita bahas satu-persatu.


Pengalaman Trip ke Bromo: Menginap di Hostel

Karena pengalaman menggunakan Klook di Dubai, akhirnya aku coba mencari open trip Bromo di Klook Indonesia. Ternyata ada. 2 hari 1 malam harganya Rp301.500.

2 hari 1 malam lho!

Sudah termasuk penginapan dan mobil jeep. Bukankah ini murah sekali?

Ya sudah, aku booking saja karena memang malas ribet. Bagi orang yang pertama kali ke Bromo tidak ada salahnya mencoba.

Aku memutuskan untuk melakukan trip pada hari sabtu dan minggu. Seharusnya check in hostel adalah pukul 1 siang, aku memutuskan untuk ke sana pada malam hari. Siang harinya aku habiskan trip ke Bukit Kuneer Kebun Teh Wonosari.

Berbeda dari Klook Dubai yang membuat jantungan karena selalu memberi kabar di waktu yang mepet, ternyata pelayanan di Indonesia lebih mendingan. Sehabis booking aku langsung dikabari oleh pihak agen tur.

Aku menginap di Mador Hostel yang letaknya masih di Kota Malang. Meski tidak begitu besar, tapi hostel ini sangatlah bersih. 

Kamar perempuan dan laki-laki dipisah, begitu pula dengan kamar mandinya. Sangat berbeda sekali dengan hostel di Surabaya yang pernah ku tinggali semalam.

Para pegawainya juga ramah. Sepertinya kalau berdiam lama-lama di sini juga betah. Suasananya seperti rumah kos.

Satu kamar berisi empat ranjang susun. Penutupnya hanya menggunakan gorden. Ada satu bantal, stop kontak dan saklar lampu di atas tempat tidur.

Cuma sempat foto kamarnya aja karena udah datang kemalaman. Tapi bisa coba cek ig @madorhostel ya!

Di ruang tamu juga ada kulkas dan alat makan, serta air galon untuk mengisi botol minum.

Kamar mandinya pun bersih dan wangi karena memang selalu dibersihkan. Aku pun tak menyangka karena kebersihan di sini begitu terjaga.

Aku hanya sempat tidur tiga jam karena baru sampai hostel pukul 9 malam. Jeep akan berangkat pukul 12.30. Tujuan berangkat jam segitu tentu saja untuk melihat matahari terbit.

Jeep sudah terparkir di depan hostel. Setidaknya ada 8 orang yang mengikuti open trip Bromo ini. Sebagian tamu internasional dan sebagiannya lagi lokal.

Aku kebagian masuk ke jeep dengan tamu lokal. Jeep kami berwarna merah muda. Gemas sekali.

Pengalaman open trip Bromo
Jeep yang membawa ku ke Bromo.

Di dalam jeep, ada dua bantal yang katanya untuk mengantisipasi kepala kejedug di perjalanan.

Aku satu jeep dengan tiga penumpang lain. Adikku, dan dua laki-laki dan perempuan yang berasal dari Jakarta. Mereka menyapa duluan dan terlihat ramah.

Namanya Santi dan Douglas.

Di sepanjang perjalanan ke Bromo yang memakan waktu sekitar 2 jam-an, tidak ada yang mengobrol. Kami semua sibuk tidur.

Rasanya naik jeep ke bromo itu chaos sekali. Apalagi kami di belakang duduknya berhadap-hadapan.

Ketika harus melewati jalanan berpasir, rasanya satu badan juga ikut berguncang kesana-kemari.

Sekitar pukul 3 pagi, akhirnya kami sampai di kawasan Penanjakkan Sunrise Point Bromo. Pak Hari, driver sekaligus guide kami mengajak kami untuk bersantai di warung kopi sebelum ke Penanjakkan.  

Hari itu Bromo ramai sekali. Warung kopi itu dari depan tampak penuh. Ternyata di belakang masih banyak meja yang kosong. Kami memesan dua piring gorengan dan minuman hangat. 

Pisang goreng, tempe goreng, dan jahe panas my luv.

Satu pisang dan tempe goreng dibanderol dengan harga Rp2.000. Warung kopi ini juga ada toilet yang sekali masuk harus membayar Rp5.000. Udara dingin Bromo membuka peluang bisnis yang baik untuk masyarakat lokal. 

Katanya di Penanjakkan akan sangat dingin. Butuh jaket yang tebal. Dua lapis sweater yang aku kenakan tidaklah cukup.

Syukurnya banyak yang menyewakan jaket keliling. Rp20.000 bisa sewa jaket sampai matahari terbit. Model jaketnya juga variatif. Bahkan aku dapat dengan penutup kepala berbulu yang terlihat fancy. Katanya sekali dipakai orang, jaketnya langsung dicuci.

My jacket looks so fancy right?

Waktu itu langit masih gelap. Kami bersiap ke Penanjakkan. Aku pikir jalannya akan jauh dan menanjak. Ternyata hanya jalan sejengkal, kami sudah sampai.


Duduk Manis Menanti Sunrise di Bromo

Kawasan Penanjakkan ini adalah tangga yang dijadikan tempat duduk bahkan tempat tidur untuk para pengunjung yang sedang menanti matahari terbit.

Tidak ada orang yang tenang di sini. Semua berkumpul seperti membentuk satu kampung. Para penyewa jaket berseliweran. Tidak hanya jaket, sewa selimut dan tikar pun ada.

“Jaket..tikar..selimut…biar ga kedinginan,” dengan gigihnya mereka mondar-mandir menjajakan sewaannya.

Aku yang dengan gigihnya menahan dingin, ternyata tidak kuat juga. Aku memutuskan untuk menyewa selimut. Harganya masih Rp20.000.

Rasanya matahari lama sekali terbit. Mungkin butuh waktu sekitar 2 jam lagi untuk melihat fajar. Aku tidur meringkuk di balik selimutku. Cukup hangat juga. Saat itu suhu udaranya bahkan sudah 9 derajat celcius.

Waktu menunjukkan pukul 5. Tidak ada tanda-tanda matahari akan terbit. Langit terasa gelap. Ternyata ada kabut tebal yang menyerang.

Para penonton mulai bergemuruh, “Kembalikan uang kami! Wuuuuu!” Semua tampak kecewa. 

Panorama sunrise Bromo yang katanya indah itu gagal terbit hari ini.

Semuanya jadi putih tertutup kabut.

Beginilah keadaan Penanjakkan Sunrise Bromo.

Meski begitu, masih banyak yang betah berdiri dan duduk di Penanjakkan ini. Bahkan ada yang menghidupkan kompor untuk makan satu keluarga.

Aku ingin segera keluar karena suasananya crowded sekali. Mau keluar saja susah. Harus berhimpit-himpitan sampai melompat tembok.

Langit sepertinya tidak menyertai perjalananku hari ini. Gerimis merintik, aku bergegas kembali ke Warung Kopi tadi. Ambil Rp5.000 untuk buang air kecil lagi.


Spot Rahasia untuk Mengintip Gunung Bromo

Aku dan yang lainnya bergegas masuk ke jeep. Di luar masih gerimis. Kami masih harus menunggu turis lain di jeep satunya yang belum kembali.

Di dalam jeep, Pak Hari banyak cerita tentang pengalamannya. Katanya ia sudah menjelajahi Pulau Jawa dan Bali. Kami juga sempat membahas bagaimana bisa Kerajaan Hindu di Jawa terpecah belah. Bagaimana saktinya Gadjah Mada mempersatukan Nusantara?

Ternyata meski tak dapat pemandangan sunrise, setidaknya kami dapat kesempatan untuk percakapan yang berharga.

Syukurnya aku juga dapat teman open trip yang baik. Susah lho, menemukan teman perjalanan yang cocok, apalagi stranger kan?

Jeep berjalan turun, aku tak tahu akan dibawa kemana. Memang mungkin alam saat ini sedang tidak bersahabat. Langit masih tampak kelabu. Saat itu masih jam 7 pagi.

Di perjalanan turun terasa begitu padat. Banyak yang berhenti untuk berfoto. Pak Hari tidak ikut memarkirkan mobilnya di sana. Ia mengajak kami ke tempat lain.

Tempat yang ternyata lebih sepi daripada sebelumnya. Kami harus trekking sedikit naik bukit. Katanya di atas bagus sekali.

Harus naik bukit ini dulu.

Sewaktu naik sedikit saja pemandangannya dreamy sekali. Rumput hijau kekuningan, pohon yang basah, dan udara yang sejuk. Jalannya tidak begitu sulit.

Akhirnya kami sampai di puncak dan pemandangannya memang indah sekali.

Dari atas, tampak Gunung Bromo dan deretan gunung lainnya terlihat sangat jelas. Meski langit masih kelabu dan tak ada semburat jingga sama sekali, aku masih bersyukur bisa melihat pemandangan seperti ini.

Pemandangan dari atas indah sekali. Aslinya lebih cakep! Apalagi waktu sunrise ya?

Alam memang tidak bisa ditebak. Kata Pak Hari, ia memang tidak ingin mengecewakan para tamu. Mengupayakan yang terbaik agar tamu puas adalah harga mutlak.


Berfoto di Atas Jeep, Naik Kuda, Mendaki 

Gunung Bromo

Udah keren belum foto begini? Haha

Perjalanan selanjutnya adalah menuju kawasan berpasir yang biasa digunakan sebagai tempat berfoto dengan jeep. Ini mungkin adalah kegiatan yang must to do kalau ke Bromo.

Kami berfoto di dua jeep yang berbeda. Satunya jeep pink yang kami tumpangi dan jeep putih yang bisa dipanjat. Mobilnya pas sekali terparkir dengan pemandangan gunung.

Pak Hari juga jago mengambil foto, bahkan mengarahkan gaya kami agar tidak terlihat kaku.

Foto bersama teman-teman open trip hari ini.

Setelah puas berfoto-foto, akhirnya jeep melaju ke kawasan yang banyak ada dagang makanan hingga baju. Agak seperti pasar kaget.

Di sinilah tempat untuk naik kuda atau mendaki ke Gunung Bromo dan melewati pura. Jalan ke sana lumayan. Kalau naik kuda lebih cepat, harus bayar Rp100.000. 

Yang mau naik kuda, monggo...

Kalau mau bikin konten dengan kuda, video keliling bisa bayar Rp50.000.

Katanya naik ke Kawah Bromo tidak sulit. Tidak perlu mendaki. Hanya perlu naik ratusan anak tangga. Dari kejauhan, sepertinya menuju ke sana pun perlu antre.

Aku dan yang lainnya memutuskan untuk tidak pergi ke Kawah Bromo. Sesungguhnya aku juga belum tertarik ke sana untuk saat ini.

Pura dan Gunung Bromo tampak dari kejauhan.

Sepertinya naik ke sana juga butuh banyak waktu dan tenaga. Mungkin aku akan kembali ke sana ketika ada kesempatan untuk sembahyang di pura-nya. Atau mungkin aku ingin sekali bisa melihat langsung upacara Yadnya Kasodo.

Keadaan di sana juga penuh pasir berterbangan. Matahari sudah mulai terik. Banyak kuda sibuk bolak-balik. Sayang sekali, selain memang berpasir, di sana juga kotor.

Kesadaran wisatawan Bromo ternyata belum cukup untuk membuang sampah pada tempatnya.


Menghabiskan Waktu di Bukit Teletubbies

Bromo

Akhirnya kami memutuskan untuk ke Bukit Teletubbies saja. Pasir Berbisik Bromo hanya kami lewati begitu saja. Lagian sama saja, itu semua pasir.

Menuju Bukit Teletubbies, pemandangannya jauh lebih luar biasa. Seperti permadani. Sepanjang perjalanan hanya bukit hijau membentang.


Penampakkan Bukit Teletubbies.

Bukitnya panjang sekali ditambah rumput savana yang menambah kesan eksotis. Sebelum tenggelam di bukit ini, kami memutuskan untuk sarapan bakso.

Satu mangkok bakso dihargai Rp20.000, komplit dengan lontong. Di Bukit Teletubbies juga ada pasir yang berterbangan. Jadi hati-hatilah jika mangkok baksomu bisa tercampur dengan pasir.

Waktu kami habiskan di Bukit Teletubbies. Aku mengambil banyak foto dan video. Lalu hanya duduk-duduk menikmati pemandangan.

Another part of Bukit Teletubbies. Memang cantik sekali!

Sesungguhnya perjalanan ke Bromo tidak begitu melelahkan. Bahkan sepertinya anak kecil juga bisa diajak ke sini. Kawasan ini memang benar-benar touristy.

Namun sayangnya saking banyak yang berkunjung, sampah masih ada di mana-mana. Dibuang begitu saja, tersangkut di sela-sela savana yang malah merusak pemandangan.

Kadang aku berpikir, aku bisa menikmati pemandangan yang indah tapi di sisi lain merasa bersalah karena di sekelilingku kotor dan penuh sampah, tapi tidak banyak yang bisa aku lakukan.

Semoga ke depannya setiap orang yang berkunjung ke Bromo bisa menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya. Atau mungkin kamu yang sedang membaca ini dan akan wisata ke Bromo.

Waktu menunjukkan pukul 12 siang. Kami bersiap pulang. Pak Hari menancapkan gasnya. Mengikuti open trip ke Bromo untuk pertama kalinya bukan hal yang mengecewakan buat aku.

Untuk yang baru pertama kali ke Bromo dan tidak ingin buang banyak uang, trip ini worth it!

Nanti kita ulang lagi perjalanan ke Bromo yang berbeda: melihat sunrise dan mendaki ke Kawah Bromo.

Bonus foto. Unicorn is that you?

Tips ke Bromo untuk Pemula atau Solo Traveler

  • Lebih baik ikut open trip karena semua sudah diatur. Kita tinggal duduk manis. Hitung-hitung menambah teman dan harga juga lebih murah.
  • Bisa cari-cari di sosmed untuk agen turnya atau pakai pihak ketiga seperti Klook. Downlod aja aplikasinya.
  • Bawa jaket yang tebal. Kalau tidak ada bisa sewa seharga Rp20.000.
  • Terkadang open trip tidak include makanan. Cek terlebih dahulu apa yang didapat. Tapi di Bromo juga tidak sulit cari tempat makan.
  • Bawa air minum sendiri lebih disarankan.
  • Sedia uang cash atau pecahan Rp5.000 untuk ke warung atau toilet.

CONVERSATION

8 Comments:

  1. Dari tulisan ini udah bisa ngebayangin gimana bagusnya pemandangan di bromo, bener2 bisa jd wish list buat healing sejenak

    BalasHapus
  2. Dari dulu pengen bgt k Bromo. Trs liat tulisan dan foto2 mu soal Bromo jdi ngerasa udah d Bromo aja. Aaa doakan aku segera kesana!!✨

    BalasHapus
  3. Serasa flashback sambil baca ini, wonderful Laksmi 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kak Santi, terima kasih banyak sudah mampir. See u when I see u!

      Hapus
  4. Wow, pengalamanmu ke Bromo terdengar luar biasa! Betapa menakjubkannya melihat keindahan empat gunung yang berdampingan, terutama saat matahari terbit. Saya sangat setuju, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memang memiliki daya tarik yang sulit untuk dilupakan. Semoga open trip bromonya memberikan pengalaman yang tak terlupakan dan semakin banyak orang yang terinspirasi untuk menjelajahi kecantikan Indonesia seperti yang kamu bagikan. Terima kasih atas berbagi pengalamanmu yang menarik! 👏🌄 #ExploreIndonesia #BromoMagic

    BalasHapus
  5. Terimakasih, sangat membantu sekali pengalamannya...

    BalasHapus