Destinasi Wisata Abu Dhabi dan Cerita yang Menyertainya

 

Wisata Abu Dhabi

 

Wisata ke Dubai dan Abi Dhabi yang pernah kusambangi mungkin bukan plesiran mewah-mewah seperti bayangan kebanyakan orang.


Saat di rantauan, aku memang berusaha berhemat dan menyisihkan sedikit dirham untuk melakukan kegiatan yang kusuka: jalan-jalan sendiri untuk melepas penat.


Seperti tulisan-tulisan sebelumnya tentang Dubai, aku memang tidak begitu cocok untuk tinggal di kota besar yang sibuk. 


Maka setiap hari libur selama satu kali seminggu, aku berusaha untuk berplesiran.


Melakukan solo traveling baik di Dubai maupun Abu Dhabi menurutku aman-aman saja untuk perempuan. 


Syukurlah, aku belum pernah mengalami kejadian aneh-aneh ketika menggunakan metro atau bergabung dengan orang asing ketika mengikuti rombongan tur.

 

Abu Dhabi adalah ibukota United Arab Emirates (UAE) atau Persatuan Emirat Arab dalam bahasa Indonesia. 


Karena jarak dari Dubai ke Abu Dhabi cukup jauh–mungkin memakan waktu sekitar 2 jam, aku memutuskan untuk memesan paket tur saja untuk alasan keamanan dan kepraktisan.

 

Aku sudah hafal betul bahwa mekanisme tur di sini itu memang agak ribet dan penuh kejutan. 


Aku juga paham bahwa jika menggunakan tur, sesungguhnya kita tidak akan leluasa untuk melakukan eksplorasi.

 

Akan tetapi untuk alasan kepraktisan–karena pekerjaan yang menyita waktu dan tidak bisa membuatku berpikir yang lain, maka memesan paket tur ini adalah pilihan terbaik. 

 

Menggunakan paket tur untuk orang awam yang tidak punya waktu luang ini sangat membantu untuk setidaknya mengenal tempat-tempat yang jadi highlight Abu Dhabi.

 

Berikut cerita tentang destinasi wisata Abu Dhabi. Barangkali, di antara kalian yang membaca ini suatu hari juga bisa menginjakkan kaki sampai ke Tanah Arab!

 

Last Exit


Last Exit Dubai Abu Dhabi

Untuk menuju Abu Dhabi, kita akan melewati Last Exit yang jadi pintu perbatasan antara Dubai dan Abu Dhabi. 

 

Sebelum sampai di Last Exit, ada kejadian lucu karena ada miscom dengan pihak travel agent-ku. 


Karena apartemenku yang cukup jauh dengan pusat kota, maka aku diminta untuk bertemu di tengah saja.

 

Awalnya, aku diminta untuk menunggu di stasiun A. Tiba-tiba H-1 keberangkatan, aku diminta menunggu di Stasiun B saja yang katanya lebih dekat.


Jadi aku menuruti saja dan berangkat dengan metro paling pagi. Sampai di stasiun, aku diminta untuk menunggu di sisi Timur. 

 

Di sana ada dua pintu. Di sisi kiri, yang berhadapan dengan konstruksi jalan dan sisi kanan yang dijaga security


Tentu aku pilih yang kanan, karena kupikir tidak mungkin bisa lewat di sisi kiri.

 

Security itu lantas meminta ID-ku dan katanya di sana adalah zona khusus dan hanya orang-orang tertentu yang bisa lewat. 


Ia langsung memintaku untuk lewat sisi kiri saja.

 

Aku lantas keluar ke sisi kiri dan kemudian kebingungan karena tidak tahu akan dijemput di mana. 


Aku menunggu jemputan seperti ini haha


Pihak travel agent malah memintaku untuk menghubungi supirnya saja.

 

Si supir malah bingung akan menjemputku di mana karena ada perbaikan jalan. 


Aku lantas melewati jalanan yang rusak itu dan menunggu di pinggir jalan seperti gelandangan.

 

Aku hanya menertawai diri sendiri karena seolah-olah seperti mencari tumpangan di antah berantah. Padahal itu adalah kota besar.

 

Setelah menunggu sekitar 15 menit, akhirnya si sopir berhasil menjemputku dan sedikit protes mengapa aku diminta dijemput di sana.


Aku lantas menjelaskan bahwa memang dari pihak agen tur yang memintanya, padahal katanya lebih dekat stasiun sebelumnya.

 

Aku hanya bisa menghela napas. Ya sudahlah. Setidaknya aku sudah sampai di sana.

 

Sampai di Last Exit–rasanya ini seperti rest area begitu, kami diminta untuk istirahat dan melihat-lihat.



Tempatnya cukup unik sih. Seperti area industrial. Kamar mandinya juga unik menurutku. Seperti wastafel dengan wadah bekas oli begini haha.

 

Aku sudah tidak heran sih, memang di sini itu banyak sesuatu yang unik bin ajaib!


 

Karena aku sendirian mengikuti tur ini, maka aku berusaha berkenalan dengan para rombongan yang terlibat.

 

Ada dua sahabat perempuan dari Spanyol dan Colombia. Lalu ada pasangan dari India, dan seorang ibu yang berasal dari Maroko.

 

Ibu Maroko itu kemudian menjadi pasangan turku saat itu. Ia mengaku tidak bisa berbahasa Inggris karena di negaranya lebih banyak menggunakan bahasa Arab dan Prancis.

 

Aku ingat sekali warna lipsticknya yang berwarna magenta, sangat cocok dengan wajah Arabnya yang sangat kental. Katanya dirinya adalah seorang profesor di Maroko.

 

Sheikh Zayed Grand Mosque


Sheikh Zayed Grand Mosque

Perjalanan kemudian dilanjutkan ke masjid terbesar di Abu Dhabi.

 

Sheikh Zayed Grand Mosque ini sesungguhnya memang tampak tidak asing. Fotonya sering terpampang dipamflet atau kartu-kartu ucapan menjelang hari raya umat Muslim.

 

Aku sesungguhnya deg-degan sekali karena ini adalah pertama kalinya aku masuk ke masjid sebesar ini.

 

Masjid ini memang terbuka untuk umum dan pengunjung tidak dipungut biaya sama sekali. 


Tentu syarat masuknya adalah menggunakan pakaian yang sopan. 


Untuk perempuan juga harus mengenakan kain penutup kepala dan bawahan sepanjang mata kaki.

 

Untung saja aku sudah mempersiapkan cardigan, celana panjang, dan pashmina. 


Ambil selfie aja karena sendiri haha

Kalau tidak membawa pakaian, pengunjung bisa membelinya di lantai bawah.

 

Aku cukup kaget dengan area ini karena rasanya seperti  berada di ruko di mall yang menjajakan butik hingga restoran fast food


Sepertinya tempat ini memang benar-benar dikembangkan untuk pariwisata.

 

Cukup jauh untuk berjalan ke masjidnya. Kebanyakan orang-orang kaya di sana menggunakan buggy agar tidak repot-repot berjalan.

 

Setelah sampai di halaman masjid, matahari sepertinya sudah di atas kepala. 


Begitu menyengat karena waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang. Oh, pantas saja!

 

Meski dijadikan destinasi wisata Abu Dhabi, area untuk ibadah dan turis dipisahkan. Setiap sudutnya juga dijaga banyak security.

 

Makanya meski ramai, wisatawan masih bisa dapat foto yang ciamik karena sudah diatur spot-spot fotonya.

 

Tapi di sini memang harus tertib karena nyeleweng sedikit saja, seperti misal ambil foto di tempat yang bukan jadi spot khusus, akan langsung ditegur.

 

Tapi sewaktu aku tiba di spot terakhir, satpamnya seperti memintaku untuk melepas masker saja dan tersenyum jika ingin mengambil foto diri. Aku waktu itu sempat takut bahwa aku akan ditegur, eh doi malah baik hehe.

 

Aku suka sekali dengan arsitektur masjid ini. Pendirinya, Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan yang sekaligus merupakan presiden pertama Uni Emirat Arab memang mendirikan masjid ini untuk menyuarakan pesan mengenai toleransi, perdamaian, dan keberagaman dalam Islam. 

 

Menara masjid ini merupakan gabungan arsitektur dari Mamluk, Ottoman, dan Fatimiyah yang merupakan tiga dinasti besar dalam peradaban Islam abad pertengahan. 

 

Sheikh Zayed Grand Mosque

Bangunannya didominasi dengan warna putih dan setiap detailnya sungguh memikat hati. Pilar-pilarnya juga terbuat dari emas asli.


Katanya di malam hari, warna bangunannya juga akan mengikuti perubahan warna dari fase-fase bulan.

 

Sungguh sebuah pengalaman luar biasa bisa menginjakkan kaki di sini.

 

 

Makan siang di Daerah Marina Royal Compund


Marina Abu Dhabi

Paket wisata Abu Dhabi ini memang tidak termasuk makan siang. Makanya sewaktu di masjid tadi, aku berinisiatif untuk makan MCD saja.

 

Ternyata sepulang dari masjid, rombongan diajak untuk makan di kawasan yang bersebrangan dengan laut. 

 

Aku memutuskan untuk tidak ikut makan siang karena perutku masih terasa kenyang. Maka aku hanya berjalan-jalan menyusuri trotoar tepi pantai.

 

Abu Dhabi terasa lebih damai daripada Dubai yang serba sibuk. Tidak ada begitu banyak orang di kawasan ini.

 

Aku kemudian duduk di emperan sembari menunggu rombongan selesai makan siang. 


Sesungguhnya aku tidak masalah duduk mengemper begini karena sudah terbiasa.

 

Kemudian salah satu guide menghampiriku dan mengatakan untuk ikut saja masuk ke dalam restoran. 


Sesungguhnya aku malas sekali masuk jika harus membeli makanan. Aku saat itu memang tidak ingin terlalu buang-buang dirham.

 

Si guide yang bernama Fazal mengatakan bahwa ia tidak tega jika tamunya duduk di emperan begitu. 


Aku hanya terkekeh. Ternyata orang kecil sepertiku begitu diperhatikan di negeri yang besar ini.

 

Aku kemudian ikut masuk ke dalam restoran dan menunggu di lobi. 


Fazal memberiku sekaleng minuman soda sambil berujar bahwa itu gratis. 


Katanya aku tidak perlu membayarnya. Sepertinya wajahku memang terlihat seperti orang susah haha


Tapi aku terima kebaikan dirinya yang begitu memperhatikan aku.

 

UAE Heritage Village


UAE Heritage Village

Setelah makan siang usai, kami melanjutkan perjalanan ke UAE Heritage Village. 


Hari sesungguhnya sudah menjelang sore dan tempat ini akan segera tutup.

 

Rombongan kami juga sesungguhnya tidak akan mengambil UAE Heritage Village mengingat waktu yang begitu mepet. 


Tapi Monica yang berasal dari Spanyol berkata bahwa mereka tidak ingin rugi karena tidak jadi ke sana.

 

Akhirnya rombongan kami berakhir di sana. Sesungguhnya tempat ini seperti museum yang menceritakan sejarah negara UAE. 


UAE Heritage Village

Sama seperti Sharjah dan Hatta yang pernah aku kunjungi juga, museumnya turut menceritakan tentang negara UAE yang sebelumnya adalah penghasil mutiara.

 

Aku pribadi suka sekali berkunjung ke museum di sini karena arsitekturnya yang dibuat seperti Timur Tengah masa lampau.


UAE Heritage Village

Meski UAE adalah negara yang sudah kota sekali, mereka sama sekali tidak melupakan sejarah negara mereka.

 

Selain arsitektur khas Timur Tengah, museum ini juga berhadapan langsung dengan pantai pasir putih yang bersih. 


UAE Heritage Village

Rasanya damai sekali di sini. Sayangnya, kami waktu itu hanya punya waktu sebentar di sini karena museum akan segera tutup.

 

Qasr Al Watan


Qasr Al Watan

Setelah puas mengunjungi Heritage Village, kami diajak mengunjungi Qasr Al Watan. Aku awalnya tidak tahu ini tempat apa. 

 

Tapi kata Fazal, di dalamnya sangat bagus sekali dan kami tidak akan menyesal. Entah ini akal-akalannya dia atau sungguhan, pikirku. 

 

Qasr Al Watan adalah istana kepresidenan UAE yang dibuka untuk umum. Tapi untuk masuk, pengunjung harus membayar tiket masuk sebesar 25 Dirham atau Rp100.000.

 

Untuk sampai ke area istana, kami diajak naik shuttle. Halaman istananya bersih dan rapi sekali. 

 

Waktu itu hari mulai senja dan sinar matahari sorenya indah sekali. Sangat serasi dengan bagian luar bangunan istana yang didominasi dengan warna putih.

 

Kalau tidak salah, pengunjung diberi waktu sekitar 45 menit untuk berkeliling istana kepresidenan Qasr AL Watan.


Qasr Al Watan

Pendapatku terkait isi istana kepresidenan UAE ini penuh akan arsitektur khas Arab yang blink-blink dan megah.

 

Tapi sepanjang area itu hanya seperti aula lenggang yang berhias emas atau permata dengan aksen kuning dan biru. Ada lampu kristal yang besar yang juga menghiasi langit-langitnya.

 

Sisanya hanya ruangan rapat, dining room, dan ada patung emas yang bentuknya menyerupai bumi (?)

 

Qasr Al Watan

Patung emas ini dinamakan “The Power of Words” yang katanya terinspirasi dari quote Sheikh Zayed bin Sultan al Nahyan–mendiang presiden UAE sebelumnya;

 

“Wealth is not money and oil.

Wealth lies in people, and it is worthless 

if not dedicated to serve the people.”

______

 

“Kekayaan bukanlah uang atau minyak.

Kekayaan terletak pada manusia 

dan tidak ada artinya jika tidak

didedikasikan untuk melayani rakyat.”

 

Wah, maknanya indah sekali ya!


Di sisi lain, sisi yang paling menarik perhatianku adalah area perpustakaannya. 



Raknya tinggi sekali dan terkesan mewah. Katanya, buku-bukunya yang ada di sini berkaitan dengan tema sejarah, geografi, ekonomi, dan politik negara UAE.


Sayang waktu ke sana, ruangannya diberi tali pembatas, jadi tidak bisa melihat buku-bukunya secara langsung. Mungkin supaya tidak berantakkan juga. 

 

Emirates Palace


Emirates Palace

Destinasi yang jadi penutup di Abu Dhabi, yakni Emirates Palace. Ternyata ini adalah salah satu hotel mewah di dunia. 

 

Aku hanya sempat ambil foto dari luarnya saja, sih. Tampak luar, warna bangunannya begitu vintage berwarna oranye. Ada banyak air mancur di sini.


Emirates Palace

Kebetulan matahari akan segera terbenam jadi terlihat sangat indah.

 

Katanya hotel ini juga jadi tempat syuting Fast & Furious 7 bersama Etihad Tower.


Etihad Tower
Etihad Tower yang dapat dilihat langsung dari Emirates Palace. 

Fazal kemudian menawarkanku untuk mengambil foto diri dengan kondisiku yang sudah seperti gembel haha

 

Memang sangat disayangkan sewaktu ke tempat liburan Abu Dhabi, aku hanya berdandan sekenanya saja. Yang penting berangkat. Karena aku sama sekali tidak memikirkan outfit yang cocok. Se-tidak sempat itu mikirannya waktu itu.

 

Mengakhiri Tur dengan Melewati Abu Dhabi Marina dan Pasar Oleh-oleh


Abu Dhabi Marina
Pemandangan dari mobil.


Rombongan kembali ke mobil dan Fazal masih berkicau dengan toa yang dibawanya sembari menjelaskan tempat-tempat yang kami lewati.

 

Tampak dari jendela tempat dudukku, aku melihat matahari terbenam yang indah sekali. Ah, ternyata Abu Dhabi semenyenangkan ini!

 

Kami kemudian diajak ke pasar oleh-oleh dan Fazal memberiku sebungkus permen kurma. Mungkin ini taktik dia agar aku beli ke toko oleh-oleh dan beneran kubeli karena enak!


Abu Dhabi Marina
 

Katanya permen kurma merek ini tidak akan kutemukan di mana-mana selain di Abu Dhabi, walau waktu ke Carrefour aku menemukan merek yang berbeda dengan harga yang lebih murah.

 

Haha memang begitulah taktik kalau kita mengikuti paket wisata Abu Dhabi atau paket wisata mana pun: lebih banyak menghabiskan waktu ke toko oleh-oleh daripada ke destinasi wisata. Sebelumnya, juga aku diajak ke toko karpet yang harganya mahal!

 

Tapi terlepas dari itu semua, setidaknya aku jadi tahu tentang city tour Abu Dhabi dan menyelami budayanya karena dijelaskan oleh guide yang paham akan seluk-beluk daerah ini.

 

Sungguh sebuah pengalaman berharga yang tak mungkin kudapatkan dua kali dalam hidupku.

 

CONVERSATION

0 Comments:

Posting Komentar