Kayutangan, Wisata Antik ala Malang Tempo Dulu

Kayutangan Malang

Kayutangan adalah kawasan yang dibuat bak Malang tempo dulu. Jika kamu menyukai hal-hal vintage, retro, jadul, atau sejenisnya, Kayutangan Malang bisa jadi pilihan ketika melipir ke Kota Apel ini!

Malang memang terkenal akan pemukiman penduduk yang juga dijadikan kawasan wisata. Seperti halnya kawasan yang terkenal seperti Kampung Warna-warni Jodipan dan Kampung Biru Arema. 

Namun, sepertinya memang ada yang berbeda dari Kampung Kayutangan yang seolah-olah menyihirku untuk mencari tahu lebih dalam tentang pemukiman yang juga disebut “Kampoeng Heritage Kajoetangan”

Ada apa saja di Kayutangan Malang?


Rumah Sejak Kolonial Belanda


Kayutangan Malang

Sesuatu yang menarik dari Kampoeng Heritage Kajoetangan ini adalah rumah-rumah yang dipertahankan sejak kolonial Belanda. 

Kebanyakan memang pemilik pertama dari rumah-rumah di Kayutangan awalnya adalah milik orang Belanda. 

Kemudian banyak warga lokal yang menempati rumah tersebut dan masih mempertahankan keautentikannya. 


Kayutangan Malang
Beberapa rumah ada keterangan seperti ini, jadi kita bisa tahu sedikit tentang sejarah rumah ini.

Ada beberapa rumah yang bisa mengizinkan pengunjung untuk masuk dan melihat-lihat.

Sayangnya, sewaktu aku ke sana, sudah mulai sore dan kebanyakan rumah-rumahnya sudah tutup. Mungkin si empunya juga sedang tidak berada di rumah. 

Namun, aku sempat mampir ke dua rumah yang kebetulan dipersilakan untuk melihat-lihat isi rumah mereka. Rumah pertama yang kuhampiri menyuguhkan barang-barang antik yang dipajang di terasnya.


Kayutangan Malang

Teras rumahnya juga diisi dengan meja dan kursi yang mengisyaratkan bahwa rumah itu juga sekaligus merupakan sebuah kafe. 

Terbukti dari papan kapur yang dipajang dengan berbagai pilihan menu makanan ringan. 

Aku juga sempat mengobrol dengan pemilik rumah yang ternyata merupakan pengerajin kayu yang telah mengirim karyanya ke Bali. 

Ia bercerita seperti itu ketika aku bilang bahwa diriku berasal dari Bali.

Rumah kedua yang sempat kuhampiri adalah rumah jamu dengan pintu berwarna “mint”. 

Katanya, rumah jamu ini dulunya pernah dijadikan sebagai tempat pengobatan shin she. Jamunya juga meruapan racikan dan ramuan si pemilik rumah.


Kayutangan Malang

Ketika aku mengintip ke rumah itu, lantas pemilik rumahnya mempersilakanku masuk. Mereka sepertinya adalah ibu dan anak yang sedang bersantai sore di ruang tamu. 

Keduanya tampak renta, dan aku agak sulit menangkap obrolan yang mereka utarakan.

Sedikit cerita dari mereka yang kuresapi adalah, bahwa Kayutangan ini belum lama dijadikan kawasan pariwisata. 

Meski saat ini rumah jamu tidak beroperasi kembali, mereka masih mempertahankan etalase jamu yang sudah berdebu tersebut. Tapi itulah yang malah menjadi magnet dari tempat itu.


Barang-Barang Antik Menggelitik



Kayutangan Malang

Bukan rumah-rumahnya saja yang tampak klasik di Kayutangan. Para warga di sana juga masih mempertahankan barang-barang antik mereka.

Tampak mesin tik, radio, telepon, televisi, hingga mesin tik menghiasi bagian dalam dan luar salah satu rumah yang aku kunjungi. 


Kayutangan Malang

Rasanya ketika berada di Kayutangan Malang ini sungguh seperti sekaligus mengunjungi museum barang antik. 

Bahkan ada salah satu warung yang sungguh menarik perhatianku. Dengan kaleng kerupuk dan rentengan detergen pink yang sangat eyecatching menurutku.


Kayutangan Malang
Entah kenapa warung ini gemas bagiku...

Aku juga sempat mengintip salah satu rumah yang jendelanya terbuka lebar. Tampak foto-foto yang dipajang di ruang tamunya juga sepertinya sarat dengan tempo dulu.


Warga Kayutangan yang Ramah

Kesan pertama ketika aku memasuki gang Kayutangan ini adalah, rasanya aneh ketika orang asing sepertiku masuk ke pemukiman penduduk seperti itu.

Tapi aku coba meyakinkan diri saja untuk menyusuri gang-gang sempit Kayutangan Malang. Sepertinya perasaan aneh itu hanya ada di kepalaku saja. 

Warga Kayutangan ternyata begitu ramah menyambutku yang memang terlihat jelas sebagai pengunjung.


Kayutangan Malang
Salah satu ibu yang tersenyum dan langsung menunjukkan jalan sedang bermain dengan kucing. Foto ini aku ambil dengan meminta izin padanya hehe.

Mereka sangat ramah dan langsung menunjukkan jalan ketika aku ingin mampir ke tempat tujuanku. Sepertinya mereka memang sudah terbiasa kedatangan tamu. 

Jika kamu bingung dengan arah jalan, kamu tidak perlu sungkan bertanya dengan warga yang sedang lewat. Mereka akan dengan senang hati menunjukkan jalan.

Setiap inci Jalan Kayutangan Malang ini tampak bersih dan terawat. Tembok-temboknya yang dihiasi mural juga memberi kesan yang berwarna. 

Kayutangan Malang

Sungai yang mengaliri beberapa sudut tertentu juga tampak bersih.


Cara Menuju Kampoeng Heritage Kajoetangan 

Tidak sulit menemukan Kayutangan Malang dari pusat kota. Dengan hanya mengandalkan google maps, kamu tinggal mengikuti arahnya.

Tapi, kamu mungkin memang akan sedikit kebingungan karena titik pusat google maps mengarah pada pinggir jalan. 

Setelah kupastikan pada tukang parkirnya, memang untuk masuk ke pemukimannya itu harus melewati gang kecil yang ternyata ada tepat di depanku.

Oh iya, untuk ke jalan Kayutangan Malang ini memang lebih baik menggunakan sepeda motor dan memarkirkannya di pinggir jalan. Tenang, ada tukang parkir yang aman menjaga. Cukup membayar Rp2.000 untuk parkirnya.

Sepanjang jalan Kayutangan Malang ini juga memiliki cerita sendiri. Dari yang aku baca, katanya kawasan Malang tempo dulu ini memang digunakan sebagai kawasan untuk mencari hiburan.

Ada yang menarik perhatianku di seputaran Jalan Basuki Rahmat yang merupakan nama jalan di Malang, yakni bangunan gereja yang tampak klasik. Gereja itu bernama Hati Kudus tampak kokoh dan megah dari luar. Bangunan ini juga jadi ikon dari Kayutangan.


Kayutangan Malang
Pemandangan dari Gramedia. Cakep, ya?

Ketika aku mampir ke Gramedia terdekat, dari salah satu sisi jendelanya menampilkan pemandangan Gereja Katolik Hati Kudus. Aku lantas takjub dengan pemandangan yang sederhana, namun sangat mengena bagiku.

Kayutangan Malang malam hari juga bisa jadi pilihan menarik untuk sekadar nongkrong bersama kawan. Di pinggir jalan, ada banyak coffee shop yang cocok jadi tempat untuk bercengkrama. 

Ada beberapa kursi dan lampu jalanan yang akan menyala di sekitar sana. Sedikit mirip seperti suasana di Malioboro Jogja, atau kita sebut ini Kayutangan Malioboro? Hehe...

Sayangnya, aku tak sempat nongkrong malam di seputaran jalan kayutangan Malang. Udara malam di Malang memang begitu dingin untukku yang terbiasa dengan hawa di Bali. 

Oh iya, untuk tiket masuk ke Kayutangan Malang ini tidak dipungut biaya, namun ada beberapa rumah yang menyediakan kotak donasi. Kamu juga bisa membeli sajian dari kafe mereka dengan harga yang masih ramah di kantong, tentunya.

Bagaimana, apakah kamu tertarik berkunjung ke Kayutangan Malang hari ini?

CONVERSATION

1 Comments:

  1. Pemandangan nya bagus banget, jadi ingin ke sana juga kalau aku ke Malang

    BalasHapus