Review Buku Niksen: Tak Melakukan Apa-Apa untuk Jadi Produktif

Review Buku Niksen

Niksen The Dutch Art of Doing Nothing karya Olga Mecking telah menyita banyak perhatian. Ia menyebutkan bahwa tulisannya bukanlah tentang tren gaya hidup. 

Buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi "Niksen Rahasia Hidup Bahagia Tanpa Melakukan Apa-Apa", cukup membuat aku terbengong-bengong.

Niksen adalah gaya hidup orang Belanda. Bahwa sesungguhnya kita tidak perlu melakukan apa-apa untuk jadi produktif. Namun, apakah gaya hidup seperti itu benar-benar efektif diterapkan di dunia yang serba cepat seperti sekarang?

Ternyata ada buku yang seperti ini. Akhirnya ada buku yang tidak menormalisasikan kegiatan-kegiatan produktif pada umumnya. Sebagai perwakilan kaum ‘mageran’ aku langsung checkout buku ini tanpa pikir panjang.

Pada halaman pembuka, penulisnya menyebutkan bahwa “Ada kemiripan antara buku pengasuhan dan buku gaya hidup, yakni sama-sama cenderung menguliahi dengan nada agak prihatin dan sok tahu, bukannya mengajak berdialog”.

Buku-buku tersebut menurut Olga sama sekali tidak membuatnya bahagia dan malah menjadikannya tambah merana. Itulah yang selama ini aku pikirkan tentang buku-buku tren gaya hidup yang seolah-olah mengatakan bahwa cara-cara yang biasa kita lakukan untuk hidup adalah sebuah kesalahan.

Aku tidak bisa menyebutkan bahwa buku-buku tersebut adalah buku yang tidak layak dibaca. Semua orang pasti punya selera bacaan masing-masing. Tinggal bagaimana keputusan kita untuk menerapkan gaya hidup tersebut ke depannya.

"Sekarang, mari kita bedah satu-persatu buku Niksen Olga Mecking."

Buku ini adalah buku terjemahan. Menurut aku, bahasanya masih mudah dipahami. Tidak terlalu baku. Tapi terkadang ada beberapa kalimat yang terkesan formal. Namun, itu bukan jadi masalah yang krusial.

Dalam buku ini, pembaca awalnya diajak untuk menyelami tren gaya hidup dari seluruh dunia. Seperti mindfulness, yakni meditasi dengan kesadaran penuh hingga hygge yang mengacu pada aktivitas untuk menghabiskan waktu bersama teman-teman melalui atmosfer yang santai.

Kemudian mulai menyoroti tren gaya hidup tidak melakukan apa-apa yang ternyata telah diterapkan di beberapa negara. Sebut saja dolce far niente dari Italia yang artinya “menganggur manis” atau aktivitas menyenangkan yang tidak produktif. 

Ada istilah siesta dari Perancis yang dikenal sebagai waktu saat tengah hari, ketika cuaca tengah hari yang panas adalah saat yang tepat untuk tidur siang. Adapula sabat yang merupakan tradisi orang Yahudi di saat waktu ibadah yang melarang semua orang bekerja.

Di Indonesia sendiri, Nyepi sebagai perayaan tahun baru orang Bali juga bisa dikategorikan niksen. Di mana tidak ada yang boleh beraktivitas selama satu hari. Menyenangkan, bukan?

"Lalu bagaimana dengan niksen itu sendiri?"

Dengan niksen, orang-orang akhirnya mengizinkan diri sendiri untuk mengurangi kegiatan, bukan menambah kegiatan. Sudah seharusnya kita berhenti untuk menjadi sok sibuk dan sesekali perlu melambat. Meskipun pekerjaan tetap harus dilakukan, bersantai untuk menerapkan niksen sebentar saja tidak akan jadi masalah.

Aku dulu juga dikenal sebagai orang yang ‘terlihat produktif’, padahal aku hanya sok sibuk supaya tidak merasa kosong saja. Tapi lama-lama hal tersebut membuat aku lelah sendiri, mungkin saat ini istilahnya adalah burn out.

Sebelum tahu tentang buku ini, mungkin saja aku sudah menerapkan niksen sesekali waktu tanpa tahu istilahnya. Pekerjaanku yang lebih banyak menulis memang cukup menyita waktu. Terutama perihal riset. Tidak jarang yang aku rasakan adalah muak dan tidak mood untuk melanjutkan tulisanku.

Untuk menanggulangi hal itu, biasanya aku bengong, mendengarkan lagu, atau jalan-jalan barang sebentar. Ternyata hal yang selama ini aku lakukan mendekati dengan apa yang dimaksudkan dengan niksen. 

Tetapi sesungguhnya niksen lebih sederhana dari pada itu. Yang dimaksudkan dengan niksen menurut Olga Mecking adalah ketika kita tidak melakukan apa-apa. Hanya duduk diam barang sejenak. Melamun untuk tidak melakukan apa-apa.

Dalam buku ini yang mengutip pakar produktivitas Chris Bailey, menyebutkan bahwa yang digolongkan sebagai rehat adalah sesuatu yang memungkinkan pikiran kita mengembara barang sejenak. Memang sudah seharusnya kita seperti itu saat benar-benar merasa lelah. 

Sesederhana itu. Namun, apakah itu adalah hal yang mudah untuk dilakukan?

Oh, tentu saja tidak!

Aku sendiri ketika harus kerja 925 atau bahkan ‘terpaksa’ melebihi batas waktu, sungguh-sungguh tidak bisa melakukan niksen dibandingkan dengan saat bekerja freelance. Apalagi ketika banyak deadline dan tuntutan. Mau bernafas lega saja sudah lebih dari cukup.

"Lalu Bagaimana menerapkan niksen di kondisi serba sibuk?"

Olga Mecking dalam bukunya juga memaparkan bagaimana niksen dilakukan saat di tempat kerja. Hal-hal yang sederhana, seperti menatap komputer, melihat pemandangan di kantor, jangan periksa ponsel saat makan siang, atau bahkan cobalah duduk diam saja setelah sampai kantor daripada langsung memeriksa pekerjaan.

Beberapa kiat-kiat niksen juga disebutkan. Seperti di tempat umum. Kita boleh saja tidak mengecek ponsel barang sejenak. Ketika berada di alam, seperti pantai, taman, hutan, atau gunung sesungguhnya adalah tempat yang tepat untuk melakukan niksen.

Bahkan di rumah pun kita juga perlu menerapkan niksen.

Sesederhana itu, tapi ternyata bukanlah hal yang mudah kita lakukan di tengah dunia yang serba cepat saat ini. Ada banyak tuntutan dan distraksi yang menghantui kita. Sekarang caranya adalah bagaimana kita bisa bijak dengan hidup kita sendiri. Pastinya kita sendiri paham mana saja hal yang baik untuk tetap menjaga kewarasan diri bukan?

Adapun yang perlu ditekankan, niksen bukanlah sesuatu yang menuntut kita untuk bermalas-malasan atau benar-benar tidak perlu menyelesaikan pekerjaan. Tapi niksen adalah suatu cara untuk rehat sejenak sebelum kembali berperang.

"Lalu mengapa orang-orang Belanda bisa dengan mudahnya bisa menerapkan Niksen?"

Dalam bukunya, Olga sendiri memaparkan bagaimana budaya orang Belanda yang terasa tentram. Katanya, orang Belanda itu blak-blakan. Sikap tersebut ternyata malah bisa mengenyahkan perasaan tidak enak. Daripada basa-basi, lebih baik menyuguhkan fakta apa adanya.

Menurut Ellen de Bruin dalam bukunya Dutch Women Don’t Get Depressed juga menyebutkan bahwa perempuan Belanda memang bahagia karena tingginya level kebebasan pribadi. Sebagai bangsa individualis, orang-orang Belanda memiliki banyak pilihan untuk menjalani hidup.

Katanya di sana tidak ada ekspektasi untuk tampil sempurna. Makanya pribadi mereka adalah sosok yang kuat karena terberdayakan. Mungkin karena hal tersebutlah orang-orang Belanda bisa memutuskan dirinya untuk bersantai (niksen) sejenak, tanpa harus merasa bersalah pada atasan karena tidak selalu bekerja sangat keras.

"Tapi apakah orang Belanda benar-benar seperti itu? Apakah mereka memang melakukan hal yang disebut niksen?"

Setiap pemikiran, tulisan yang diterbitkan pasti ada pro dan kontra. Sama halnya dengan buku niksen Olga ini. Di goodreads sendiri, buku ini juga mendapatkan kritikan yang cukup pedas dari orang yang lahir dan tinggal di Belanda. Katanya tidak semua orang bisa melakukan niksen. Buku ini hanya bentuk perayaan dari budaya Belanda itu sendiri, bukan konsep untuk tidak melakukan apa-apa.

Olga Mecking sendiri juga sesungguhnya bukan orang Belanda. Tetapi memang tinggal di Belanda yang mungkin sudah mengamati kebiasaan orang-orang dan budaya di sana.

Untuk aku sendiri sebagai pembaca, sesungguhnya cukup menyukai pemaparan dari konsep niksen. Rasanya benar-benar related. Mungkin karena Olga Mecking sendiri adalah seorang penulis/reporter juga.

Bagian yang sukai karena benar-benar menyuarakan isi hatiku adalah;

“Orang-orang yang bosan ternyata lebih kreatif, Kita semua mesti tahu seharusnya kapan kita ada di perasaan paling kreatif dan produktif”.

“Jika kamu adalah pekerja kreatif, kamu tidak akan pernah ‘tidak bekerja’ karena akan selalu ada persoalan baru yang berusaha untuk dipecahkan”.

“Kehidupan yang sibuk bisa menjadi kehidupan yang bahagia dan penuh kepuasan batin. Namun, kita sesekali perlu juga melambat secara sadar”.

…dan masih banyak lagi kalimat yang menarik dan melekat di kehidupan sehari-hari dan dunia kapitalis ini.

Menurut aku, buku setebal 201 halaman ini cukup layak dibaca untuk kamu yang memang sedang merasa burn out, ingin menemukan cara untuk rehat, atau ingin mengetahui saja konsep dari niksen.

Bacaan yang cocok saat kamu malah merasa bersalah ketika tidak melakukan apa-apa.

Apakah kamu tertarik membaca buku ini?

CONVERSATION

0 Comments:

Posting Komentar