Bagaimana Menulis Dapat Menjadi Terapi Jiwa

 

Terkadang perasaan cemas muncul, lalu membuat segalanya berantakan. Ketika sedih menghampiri dan tidak tahu kemana harus dilampiaskan. Hari bahagia datang, tapi lupa cara bersyukur.


Pernahkah kalian merasa seperti itu?


Ya, aku sering merasakannya. Hidup memang seperti roda berputar ya, kadang di atas dan kembali ke bawah. Senang dan sedih datangnya bergantian. Biasanya apa yang kalian lakukan?


Kadang aku melakukannya dengan menulis. Mungkin bisa dibilang menulis adalah keseharianku sejak di bangku kuliah. Bahkan blog ini awalnya memang dibuat untuk melampiaskan kegelisahanku. Mana tahu tiba-tiba bisa jadi blog travel haha!


Lalu bagaimana menulis dapat menjadi terapi jiwa?

*fyi, aku bukan expert di bidang kesehatan mental ya, ini cuma berdasarkan pengalaman pribadi aja!


Menulis saat Hati tidak Tenang



Waktu di rumahkan karena pandemi, aku harus mulai beradaptasi untuk bekerja di rumah. Pada saat itu aku lagi semangat-semangatnya bekerja, yah tapi mana bisa menolak kondisi pandemi yang menyeramkan di luar sana. Biasanya tiap hari aku berangkat ke kantor, pulang sore, dan terkadang aku liburan tipis-tipis. Harusnya tahun ini aku bisa mengatur keuanganku sendiri karena merupakan tahun pertama aku bekerja penuh. Tapi lagi-lagi kenyataan itu ga terwujud. Keuanganku ga bisa stabil. Sekitar bulan April ke bawah tiap malam aku merasa gelisah. Nah, cara menyiasatinya aku menulis kegelisahanku disebuah buku (macem diary gitu). Aku nulis kegelisahan tanpa jeda sampai aku merasa lega. Ternyata cukup ampuh juga, seketika hati tenang dan tidur lebih lelap!


Menulis untuk Melampiaskan Amarah



Lagi-lagi tahun ini adalah tahun yang menyebalkan! Karena saking kesalnya, tapi gaada yang bisa dilakukan, aku menulis kebaikan dan keburukan orang-orang yang menyakitiku di secarik kertas. Lalu setelah puas menuliskan semua, aku meremas kertas dan merobek-robeknya. Cara ini sebenarnya udah sering sekali dijadikan saran oleh ahlinya. Aku dulu ga percaya sih, tapi sekarang ternyata beneran ampuh!


Menulis sebagai Bentuk Syukur



Ini nih yang mungkin sering aku lewatkan. Biasanya kalau lagi seneng-seneng aja, aku jadi lupa bersyukur. Kalau moodku bagus, biasanya aku buat tulisan dalam bentuk travel blog. Anggep aja seperti aku dikasi kesempatan untuk menjelajah suatu tempat dan bentuk syukurnya adalah menyebarluaskan ke orang-orang yang membutuhkan informasi tersebut. Sekarang udah jarang banget ya aku nulis travel di blog ini karena lebih sering nulisnya di penidago dan brisik.id hehhe. *promosi dikit.


Menulis untuk Iseng-iseng Berhadiah



Dari zaman kuliah, aku sering iseng ikut-ikutan lomba esai gitu. Ga berharap menang sih, cuma pengen dapet hadiah buat tambahan uang jajan. Eh, mana tahu ya bisa menang. Hadiahnya juga lumayan saat itu. Dapet piala dan sertifikat juga buat koleksi. Sekarang semenjak lulus kuliah, udah susah nyari lomba karena kategorinya kebanyakan untuk mahasiswa. Tapi aku sempat ikut lho yang untuk umum! Meski ga menang karya untuk finalis itu dibukukan. Lumayan kan buat publikasi?


Nah, itu semua pengalaman menulisku untuk terapi jiwa. Cara lain juga bisa dilakukan, nonton drama korea mungkin? Meski ga jadi produktif, tapi lumayan buat lupain masalah sejenak haha.


Kalau bentuk terapi jiwa kalian bagaimana?


Foto cover: @marooncreative @galerinya_dedharma

CONVERSATION

0 Comments:

Posting Komentar