Rasa yang Berbeda



Dia suka pahitnya kopi, Aku suka aromanya.
Aku suka manisnya vanilla, dia suka senyumku.

“manis!” ujarnya sambil tersenyum. Aku tersipu. Udara saat itu cerah meskipun aku masih merasakan hawa yang dingin. Yah, namanya juga daerah pegunungan. Hari sabtu ini aku menghabiskan waktuku bersama lelaki yang sudah menemaniku hampir tiga tahun. Entah kenapa aku tidak pernah merasa bosan dengannya. Selalu ku sanggupi ajakannya untuk sekadar memutari jalan di perkotaan ketika bosan. Selera kami memang tidak pernah bisa sama, karakter kami jelas berbeda, obrolan kami kadang tidak bisa dipahami satu sama lain. Seiring berjalannya waktu, aku semakin khawatir apakah kita bisa bersatu selamanya?

Aku mengaduk-aduk kopi dinginku, dia masih meniup-niup vanilla panasnya.
Dia selalu memesan minuman yang manis, aku juga selalu memesan yang sama.

“Lagi-lagi pahit!” ujarnya dengan wajah kecut. Aku hanya tertawa. Perempuan ini sangat anti minum kopi, tapi tidak dengan aromanya. Sabtu yang cerah ini, aku memutuskan untuk mengajaknya menikmati pemandangan di sebuah kafe spesialis kopi. Syukurnya, masih ada minuman yang manis di sini. Aku orangnya random, makanya aku gak pernah berpikir panjang dalam melakukan sesuatu. Yah, seperti kata orang: “let it flow aja kali!”. Aku tak pernah khawatir bagaimana hubunganku dengannya kelak. Lagian, pilihanku selalu dan tetap sama.

Aku bersandar di bahunya,
dia mengusap-usap kepalaku

Aku mengusap-usap kepalaku,
dia bersandar di bahuku.


“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, kan?”

CONVERSATION

0 Comments:

Posting Komentar