RIM(B)A



Sebuah mantra ku selipkan dalam kidung yang ku lontarkan. Berharap tiap-tiap iringannya menyatu degan semilir angin. Hidup tanpa pilihan tak akan mudah seperti yang dipikirkan. Aku tak pernah memilih jalan hidupku hingga hari itu datang dan aku 'dipilih' sebagian hidupku menyatu dengan semesta, aku milik-Nya.

Tiap insan lahir dan hidup untuk menikmati karma dari kehidupan sebelumnya. Entah 
siapa dia, dia akan menjadi apa yang telah diperbuatnya dahulu. Saat dilahirkan aku bahkan tak ingat siapa aku dan apa yang telah ku lakukan di masa lalu. Aku tak hidup dengan pilihan ku. Aku hidup dalam sebuah nama dengan harapan aku dapat membantu sesama ku.

Tentang lagu, yang tiap alunannya merasuk dalam kalbuku. Aku tak ingin menebar pesona yang ku punya. Tiap melodi yang tercipta hanya dari sekian erangan rasa perih waktu itu. Mungkin aku masih terbata-bata dalam mengungkapkan arti. Tanpa sadar, mereka menyukai ku. Mereka berusaha mencariku. Entah apa dalam pikiran mereka, aku tak tahu menahu.

Dalam hangatnya sinar mentari pagi itu, hingga titik embun bangkit, aku masih ingin sembunyi. Aku tak ingin mereka melihatku. Aku bukan malu. Dalam pikir ku, ku ingin berlindung dari segala nestapa ketidaktahuanku. Aku akan sirna, tanpa menyatu dengan semesta. Mungkin aku tak akan lahir lagi?


Dentingan yang seolah memanggil ku, membuat aku terjebak dalam ruang paranoia yang selama ini ingin ku tutup rapat-rapat. Ketika aku harus membukanya, aku tak ingin kembali ke sana. Jika aku masih hidup di tempat ini, dalam Rimba yang sebentar lagi hilang tak menentu, aku tetap ingin berima agar mereka tahu, aku masih ada.

CONVERSATION

0 Comments:

Posting Komentar