Menengok Panorama Desa Pinggan


I always curious about some places that I've never been before.
Dulu aku selalu cari tempat yang bagus untuk jalan-jalan di socmed. Aku pikir aku engga bakal bisa sampai ke tempat itu karena sulit dijangkau dan aku takut pergi sendiri. Tapi semenjak setahun belakangan ini berbeda. Ada seseorang yang sabar dan setia mengantar aku kemana-mana!

Well, dibalik kesibukan ku saat ini di kegiatan kampus, aku berusaha menyempatkan diri untuk refresing. Selain makan, ternyata jalan-jalan juga bisa meredakan mood ku yang cenderung naik turun ketika sibuk-sibuknya kegiatan yang aku lalui. Aku memang bukan penikmat jalanan seperti si “G” yang betah ngukur jalan kemana-mana dan have fun dengan itu. Aku cenderung ingin cepat sampai ke tempat tujuan, karena aku tahu lama-lama dijalan cuma bikin capek! Kalau biasanya aku ‘menggila’ ingin ke pantai, atau ke tempat wisata yang biasa-biasa aja, sabtu lalu aku pengen banget ke tempat yang sejuk-sejuk gitu. Akhirnya setelah memendam rasa yang cukup lama sejak dulu, aku pengen banget ke Desa Pinggan dan akhirnya terwujud!

Here we go!

Si Byson kesayangan
Memang banyak banget foto-foto yang beredar di Instagram berlokasi di “Desa Pinggan, Kintamani” dengan panorama gunung dan pedesaan yang dapat dinikmati dari atas ‘bukit’ gitu. Setelah melihat jarak tempuh yang memakan waktu sekitar 2 jam lebih dari Denpasar, aku masih ragu kalau belum lihat review perjalanan kesana di google. Ternyata engga banyak juga review tentang tempat itu dan hanya beberapa aja yang bisa aku bisa benar-benar bacanya. Akhirnya dengan tekad yang bulat, aku dan si “G” berangkat ke Kintamani dengan si “Byson” kesayangannya. Kalau biasanya kami paling jauh pergi ke Karangasem, itu pun karena salah satu kegiatan kampusku, aku ngga pernah ke tempat yang jauh untuk tujuan “jalan-jalan doang” (kecuali pergi jauh ke kampungku di Buleleng, itu pun bukan jalan-jalan juga sih). Dan akhirnya kami menuju Kintamani dengan melewati Ibu Kota Bangli dan semakin menuju Kintamani, hawa dinginnya cukup menusuk karena masih pagi. Si google maps masih setia aku pegangin karena aku takut nyasar. Jadi selama perjalanan aku sama sekali engga bisa ambil foto, padahal pemandangan Gunung yang menjulang indah banget!

Bermodal google maps dengan kuota yang tipis dan sinyal yang mulai hilang, kami mencoba bertanya kemana arah Desa Pinggan kepada penduduk sekitar. Ternyata, kami hanya perlu lurus dari Pura Batur, hingga menemukan plang hijau bertuliskan “Desa Pinggan” (entah lagi berapa Km). Jalan yang mulai berkelok dan kurang sinar matahari membuat aku deg-degan karena baru pertama kali aku naik motor yang jauh dan jalan yang seperti ini. Bahkan aku engga punya hasrat untuk foto-foto jalan menuju kesana karena udah hopeless engga bakal dapet tuh tempat. Ketika mulai turun ke papan “Desa Pinggan” aku terkesima melihat deretan pohon jeruk yang udah orange gitu di kiri kanan. Banyak banget dan terlihat sangat segar! Jalan semakin terjal dan berlubang, akhirnya kami sampai ke tempat yang terlihat seperti ‘bukit’ dan ada pemandangan sawahnya percis seperti di foto-foto. Aku masih belum percaya itu tempatnya karena di google maps masih berapa menit lagi sampai di tempat tujuan. Akhirnya aku memaksa si “G” untuk mengikuti arah jalan.

And this is what we found…


Pemandangan Desa Pinggan, Kintamani

Sekitar jam 9 pagi kami telah tiba di Desa Pinggan dan menurut aku pemandangan di sana udah bagus banget! Memang sih lebih worth it kalau lihatnya pas sunrise dengan dihiasi kabut. Sebenarnya aku ingin banget bisa tiba di waktu matahari terbit, namun mengingat masih belum tahu lokasi, aku belum berani berangkat subuh-subuh. Sebenarnya kita bisa menginap dengan camping, tapi di sana belum ada pengelolaan seperti tempat camping pada umumnya. Masih terlihat banyak sekali sampah yang tercecer dari bekas orang-orang yang camping. Dan sebenarnya tidak ada retribusi untuk menikmati keindahan Desa Pinggan, jadi hal tersebut yang mungkin menyebabkan para pengunjung tidak manjaga kebersihan di sana. Untuk menuju puncak, sebenarnya kita tidak terlalu trekking di medan yang berat, cukup mudah namun harus tetap berhati-hati karena tanahnya seperti pasir yang mudah membuat kita terpeleset jika lengah. Tentu saja akan lebih baik jika kita menjaga sikap, mengingat tempat tersebut terdapat kawasan yang disucikan.

Sebenarnya, aku ingin banget bisa berlama-lama di sana dan lebih banyak meng-explore tempat sekitar sana yang belum pernah aku kunjungi. Mungkin waktu yang belum tepat saat ini. Baru sampai di sana pun, aku udah seneng banget. Lumayan, bisa menghilangkan pikiranku yang cukup keruh akhir-akhir ini. Salah satu cara yang dapat meredakan setres ku adalah tentu saja menulis apa yang sudah aku lalui sebelumnya. Mungkin bagi sebagian orang apa yang sudah aku lakukan adalah hal-hal yang biasa saja. Tapi bagi ku, hal inilah yang menyennagkan diri ku. Selain menulis, ternyata coba-coba edit foto juga jadi hiburanku jika gabut. Lumayan walaupun hasil yang masih amatiran, aku selalu mengapresiasi hasil foto dan editannya untuk diunggah ke Instagram ku. Well, itu memang pelarian ku dari segala keadaan yang benar-benar ingin aku lepaskan saat ini. Tiap orang pasti punya pelariannya masing-masing, tergantung bagaimana me-manage nya.

Aku akan selalu punya rasa penasaran untuk pergi ke tempat yang jauh, hingga (dapat) melampau batas ku dengan kemampuan yang aku punya.

Cheers,

Am. 

CONVERSATION

0 Comments:

Posting Komentar