Karang Memadu, Pekarangan Penyuka Madu


“Rasa madu wantah madhura nanging, apalah teges tresna taler dimadu”
-------------------------------------
“Rasa madu memang manis rasanya namun, apalah arti jika cinta juga dimadu.”

doc: travel.kompas
Sebuah pekarangan seluas 9x21 meter menjadi saksi bisu atas kelenggangan dan keasrian Desa Penglipuran. Dengan dihiasai ilalang dan semak belukar, dan tertanam sebuah tulisan “Karang Memadu” menjadikan pekarangan itu hampa dan tak terawat. Siapa yang ingin menempati pekarangan itu? Tentu saja si penyuka madu. Apakah mereka itu lebah? Bukan. Mereka adalah warga desa yang berpoligami atau suami yang memiliki istri lebih dari satu. Warga desa yang memilih untuk berpoligami diwajibkan tinggal di dalam areal Karang Memadu ini bersama keluarganya. Selain ditempatkan di area Karang Memadu, warga yang berpoligami juga dikenakan beberapa sanksi lainnya, seperti tidak boleh melewati jalan tertentu di lingkungan desa.
Desa penglipuran terletak di kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali ini merupakan salah satu desa wisata yang terkenal kebersihannya. Para wanita dalam desa ini merasa terlindungi dengan aturan adat yang sudah turun-menurun ini. Pernikahan dalam Desa Penglipuran terikat oleh adat. Apabila seorang wanita dimadu, akan merasa tidak nyaman dan akan kesulitan jika kembali ke keluarga asalnya. Karang memadu merupakan warisan turun-temurun para tetua adat Desa Penglipuran. Jika ada yang memadu, mereka tidak hanya tinggal di karang memadu saja, mereka juga dikenakan sanksi lainnya yaitu tidak boleh melakukan persembahyangan di pura setempat dan bebas adat atau tidak diikutsertakan dalam adat-istiadat setempat. Tapi hingga kini, Karang Memadu masih berupa tanah kosong dan tidak ada bangunannya. Hal ini dikarenakan warga setempat belum ada yang beristri lebih dari satu.
 
doc: Rizki F. Pradhananta
Itulah sepenggal pengalaman dari Kuliah Kerja Lapangan, Mata Kuliah Sistem Sosial Indonesia, Program Studi Sosiologi, FISIP Universitas Udayana. Kami, angkatan 2015 melangsungkan KKL pada 14 Juni 2016. Acara ini mengundang narasumber yaitu, Lurah Kubu, Kelian Adat Desa Penglipuran, Kepala Lingkungan, dan Dosen Sosiologi sendiri. Sembari mendapat pengetahuan baru dan pembekalan, mahasiswa juga menikmati panorama dari Desa Penglipuran. Selain mendengarkan pemaparan dari narasumber, mahasiswa juga membersihkan area Taman Pahlawan dan menyebar kuesioner tentang pengetahuan Karang Memadu kepada warga desa semberi berkunjung ke rumah-rumah warga. Warga desa sangat ramah dan mempersilahkan mahasiswa untuk berkunjung ke rumahnya serta menawarkan berbagai souvenir khas Bali.


doc: Ames Laksmi

  
“Semoga Karang Memadu tetap tanpa si penyuka madu yang menempati pekarangan itu. Karena, mencintai saja sakit, apalagi jika cinta itu malah dimadu.” (Laksmi Mutiara Prameswari, Sosiologi 2015)


CONVERSATION

0 Comments:

Posting Komentar