Aku
memandangi notesku yang penuh dengan coretan tanganku. Mengapa terasa menyenangkan
ketika kutumpahkan segala perasaanku di atas kertas putih bergaris yang tak
berdosa itu. Apakah dia sedih ketika ku coret karena kesucian kertas itu ku
nodai dengan tinta? Atau mungkin dia bahagia, akhirnya dia menemukan
pasangannya yaitu, tinta.
Dengan
tinta aku menuliskan sebait cinta. Tidak ada maksud aku ingin menciptakan
beberapa bait yang nantinya akan menjadi sebuah puisi tentang cinta. Tapi
tanganku terus mengalir bersama dengan tinta itu membentuk beberapa kalimat. Kemudian
ku pecahkan menjadi beberapa klausa dan ku pecahkan lebih kecil lagi menjadi
beberapa frasa. Tak lupa ku cermati ada beberapa kata-kata dalam kalimat
tersebut. Rumit. Apakah cinta itu sebegitu rumit? Apakah cinta bisa mengalir
begitu saja seperti tulisanku kali ini? atau mungkin cinta itu rumit karena
harus ku pecah kembali menjadi beberapa unit terkecil, yang mungkin nanti akan
ku ketahui unit yang terkecil adalah cinta yang sesungguhnya.
Apakah
sebegitu menyenangkan mengutak-atik cinta? Ah, aku salah. Aku bukan sedang
mengutak-atik cinta. Tetapi aku sedang megutak-atik kata “cinta” sehingga aku
harus mencintai apa yang sudah ku cintai dan tentu saja itu untuk yang
tercinta. Lalu, apakah aku sedang jatuh cinta?
0 Comments:
Posting Komentar